Senin, 23 April 2012

Cerita Layang-Layang

“Hari ini saya akan terbang” warta Layang pada Angin.

“Ini pengalaman pertamamu ?” tanya angin kemudian.

“Iya. Makanya saya masih perlu benang untuk penuntun di angkasa.”
Angin hanya tersenyum sambil mendesau menggerakan daun-daun nyiur. Ia ikut senang melihat keceriaan sahabatnya itu.

“Kamu juga harus bantu saya, ya angin...!!??” pintanya memomohon. Dentuman jantungnya begitu kuat, hingga angin mampu mendengarnya.

“Tenang saja, saya pasti membantumu. Yang penting kamu harus tetap berpegang dulu pada benang.”

“Ya.”

“Bagaiman pemandangan di langit ? Aku tidak sabar lagi ingin kelangit, bermain dengan burung-burung dan awan-awan. Kamu juga akan menemaniku kan ?” Tanya Layang-layang setelah beberapa saat terdiam.

“Tentu saja, pasti saya akan membantumu terbang juga. Dari atas sana kamu akan melihat hamparan bumi yang terbentang indah. Lautan dan daratan berpadu, di bawah matahari akan terlihat betapa pohon-pohon melukis warna hijau di tanah, samudera berwarna biru bercampur putih dari gulungan-gulungan ombak. Ada pematang sawah yang ditata dengan rapi, ada perahu-perahu yang bergoyang-goyang di lautan, kamu juga akan melihat deretan-deretan bangunan yang di buat manusia.” Terang angin.

“Saya harus segera terbang.”

Beberapa saat kemudian manusia menerbangkan Layang-layang ke angkasa. Di bantu dengan angin, sedikit-sedikit manusia itu mengulurukan benang. Beberapa menit capailah layang-layang di angkasa. Tak terbayang betapa senang perasaannya, dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya ia bercekrama dengan kawanan burung-burung yang melintas. Hingga turun petang, Ia akhirnya di tarik kembali ke bawah oleh manusia.

“Besok lagi kita bermain ya...” ungkap Layang pada angin sejenak sebelum turun balik ke bumi.
Angin hanya tersenyum sebagai balasannya.

Esok harinya, Layang dan angin kembali bercekrama di angkasa. Jika ada burung dan awan yang kebetulan melintas, di ajaknya juga mereka dalam larutan kebahaigaannya, hingga petang menjelang, ia harus kembali lagi ke bumi. Begitu terus esok, dan esok selanjutnya.

Hingga suatu ketika, ada yang mengganggu pikiran sang Layang.
“Angin. Saya iri pada burung dan awan.”

“Kenapa kamu iri ? “

“Karena mereka bisa berlalu lalang di angkasa sesuka mereka. Sedang saya, terus-terus saja begini. Di ikat oleh benang di bawah tangan manusia. Saya cuman bisa berada di sini. Saya di batasi pada kehendak manusia.”
Angin hanya menyimak, tak ada sepatah kata pun ia ucapkan.

“Saya juga ingin menyaksikan bagaimana sih kalau melihat belahan dunia lain dari angkasa ? Saya tidak ingin terus di bawah kendali manusia dengan benangnya ini. Manusia dan benang tidak lagi menjadi penuntunku, mereka sudah menjadi penjara bagi diriku.” Air muka Layang berubah murung.

“Saya akan membantumu.” Tawar angin

“Hah. Benar angin ? Bagaimana caranya ? Ayo secepatnya.”

“Tenanglah di sana dulu. Saya akan naik keatas meminta pertolongan matahari”

“Iya. Iya. Secepatnya angin ya.” Layang tak sabar lagi ingin mewujudkan keinginannya.

Naiklah angin ke atas. Sesaat kemudian terik matahari memuncak, seiring itu desau angin mengeras, ia kembali turun ke bumi, sedikit demi sedikit menggulung debu yang terus membesar membentuk puyuh dan menutupi ruang pandang manusia ke langit. Layang-layang bergoyang ke sana-kemari mengikuti putaran-putaran angin, hingga benang tak lagi sanggup mengikat Layang-Layang. Dengan hati yang riang gembira, angin kemudian berlalu bersama angin. Demikianlah, tanpa pernah lagi terikat benang di atas kendali manusia ia menjelajahi angkasa mengikuti kehendak hati dan mimpinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar