Sabtu, 25 Juni 2011

Ada

Ada kegundahan yang tertinggal
Ada rasa yang mengganjal
Ada harapan yang hilang
Ada keinginan yang terbang

Anak Zaman Prematur

Aku terlahir dari rahim zaman dengan bangunan gedung-gedung tinggi,tapi manusia di sekitarku terbangun dengan kepribadian kerdil,setiap hari aku melintasi jalan-jalan lebar,tapi tiap hari pula bertemu orang-orang berhati sempit.Banyak alat komunikasi,tapi jarak kita makin jauh.Banyak waktu yang kita punya,tapi sedikit yang kita dapat.

Dari kecil aku diajarkan tentang kebenaran,tapi tiap hari aku melihat kebohongan.Di sekolah aku mendapat ilmu memproduksi,tapi di media masa menjejaliku dengan budaya mengonsumsi.Dai-dai berteriak tentang kedermawanan,tapi tiap hari kulihat manusia-manusia pelit.Agama mengajarkan keadilan,tapi manusia-manusia mengambil lebih banyak untuk dirinya.Berbagi adalah hal terindah,tapi banyak manusia-manusia serakah.

BARISAN TOPENG SENYUM

Berbaris bagai prajurit,tapi mungkin bisa sedikit diajari tentang tertib,sebab tak patuh rupanya mereka pada aturan baris berbaris.Di aspal pada siang,bayang mereka hitam terpantul dalam bentuk bingkai persegi,besar kecil "menghias" hiruk jalanan kota,,senyum 24 jam mereka terbias,,meski kadang hanya gelap malam yang melihat senyum tak jelas itu,,beramah,menghamba atau sekedar mengelabui...

Kata-kata....yang satu ini adalah penyampai makna terhebat,,atau alat penipu luar biasa,,,dan sekarang terketik pada lembaran bingkai mereka,,entah sebagai apa????,,

Rekaman Rembulan

Manusia-manusia di bawah temaram lampu jalanan
Redup wajah mereka di sorot sinar rembulan
Mereka berdiri di gelinding nasib

Ada wajah dalam balutan bedak
Ada wajah dalam balutan daki
Ada yang minta diberi mani
Ada yang minta di kasihani

AKU

dua bola tertempel pada kantung kelopak
lima guratan menggaris di atasnya
dua lagi daun menghias di sampingnya
delapan mata angin perputaran arahnya
sembilan terakhir kotak pandoranya....
AKU

(terimakasih persinggahan rahimnya,,hingga raga tak cacat)

Bulan yang Menggantung di Malam

Kanvas langit memberi cerita,menggulir masa di dua kata.Untuk matahari dan untuk bulan.Sisip suka di seberang duka,Lalu membuat kisah disertai layar bergambar,diletakkan di kepala belakang lalu diputar..

Ada bintang yg beribu di cakrawala malam,ada awan yg menggulung di horison siang,selalu ada hujan kisah yang membasahi tanah,menambah episode layar bergambar..

LELAKI KEMARIN

Tak perlu awal kisah untuk mengenalkan dia,pun tak butuh masa lalu untuk mengetahui dia.Tak guna bila dimulai dari awal,sebab ia berpesan hanya bercerita tentang kenyataan masa ini dan harapan indah atau kenyataan pahit masa depan.
“Taak apalah,ceritakan padaku.”Pintanya
Aku diam,
“Ceritalah..Tentang awan yang kamu pandangi dari kemarin itu dan saat ini menjelma hujan….”.
Aku diam,menutup mata

Aku Mengingat Wajahmu,Tapi Tak Mampu Menyebut Namamu

Jika ada segores lengkung pada pipi,
Ada kerutan di atas dahi
Ada mata yang mengawang
Aku hanya sedang keliling ke perpustakaan
Atau mengotak atik folder di komputer

Rintihan Berulang

Gorong-gorong hati menggemakan suaranya
Nyaring melengking merayapi udara
Dihiasi tangis yang pilu

Ada yang terpasung dalam jiwa
Menjerit pinta pembebasan
Dari pasungan balok-balok dosa

Di Sudut Indonesia Pertiwi Memanggil Pemuda ( I )

"Pemuda usia 20 tahun, dan ia belum berjuang untuk bangsanya, maka pantaslah untuk di gunduli"
(Soekarno)

Lembar-lembar sejarah punya ceritanya.Dalam rangkaian kata,fakta coba di gambarkan hingga mampu menjadi pelintas bagi generasi selanjutnya,yang akan kembali menjadi sejarah. Setiap bangsa dari zaman batu hingga zaman moderen mempunyai ukiran cerita yang menjadikannya abadi, untuk dinikmati, dipelajari,atau sekedar di pelototi. Sejarah sebagai bentuk sastra karena unsur ceritanya, tidak lepas dari penilaian-penilaian yang ditafsirkan sesuai dengan pengalaman pembacanya, bahkan bisa juga sebagai alat penjaga kekuasaan. Selain itu pula, hamparan hikmah dapat disemai dari luasnya ladang ladang sejarah.

Resah Bidak Pion

Bercerita ia,kala rampung senja tertutup malam,,tentang rasa lelah hari yang dilalui, tentang langkah yang harus menghantarkannya pada ujung senja. Tak tahu secara nyata gambaran hari itu,.hanya berbaris pada lajur depan, kisahnya,.hanya samar melihat ke belakang dan tak jelas nyata siapa yang menggerakkan semua, herannya. Tak bisa lagi undur pun jika keluar, sayangnya,.sebab bentang hari telah dibuka,strategi rampung disusun, sisa langkah yang mesti dijaga.,Satu tujuan, raja di seberang harus menemui kematian,instruksi dengung suara,.tapi rasaku mengungkap taruhan sang pemainlah tujuannya.

NYANYIAN UJUNG DERMAGA ANANDA

Dari ujung dermaga
Tak jua mata menatap ujung lautan
Hanya paduan langit dan lauta yang menetap menggaris
Atau onggakan karang dan pegunungan kokoh
Keindahan pada nampak mata memukau terpukau

Dewi Aphrodite Menebar Panah

Hujan menjadi musim pasti
Tak menentu berapa penggal bulan terlalui
Hujan turun pada kepastian hari
Saat senja yang sering menelan mentari

Hujan ini bagai tangis bumi
Pada manusia yang telah pikun berbagi
Yang telah lumpuh memberi
Menyisihkan sisi kasih

HAH...!!!

Musnah saja engkau para pecundang
Yang takut pada gemuruh dan deru hujan
Pada keras dan terjal kehidupan
Hilang saat lelah menghampiri petang

Selasa, 07 Juni 2011

Untuk Mengenang Mereka,


“Kita memimilih mengenang orang yang telah pergi seperti apa...”
            Ungkapan manis yang inspiratif, menggerakkan segala tanya dan upaya pada satu daya peraihan mimpi-mimpi. Suatu saat, kita akan dikenang seperti apa ?
            Termenung, merenung, tapi tak berkabung.
Banyak sudah mereka berpulang, waktu tak pernah perduli, jejak apa yang pernah mereka tinggalkan, yang pasti, semua akan tercatat dalam memori kenangan, dan kita yang di sini memilih mengenang dengan cara kita sendiri.
            Maka nyanyian apa yang paling indah, selain kenangan tentang mereka yang merubah jalan kehidupan. Dendang apa yang paling merdu, selain cerita tentang benih kebaikan yang tertanam selama nafas kehidupan. Kita cuman bisa berharap, pada bibir-bibir sejarah, salah satu nama adalah kita yang coba merubah kehidupan, tidak diam menikmatinya. Meski hanya ibarat burung mungil dengan paruh kecil membawa setetes air asin, pada kisah pembakaran nabi Ibrahim.
            Masa tak pernah mengenal ampun, ia kan tetap merenggut usia, meski kita mungkin menyimpan berkati-kati mimpi. Kita akan dikenang seperti apa ?
( Membaca buku “Soe Hok-Gie, ...sekali lagi”. Memadunya dengan Ungkapan Ka Dita pada suatu kali )
Makassar, Asrama Medica FK UH
02.00 dini hari ; 07 Juni 2011