Rabu, 28 Oktober 2020

Richards Says Godbye

Judul di atas merupakan judul film, pemerannya Johnny Deep, dan tulisan ini bukan resensi untuk film itu sih. Yah tulisan ini hanya untuk diri saya, tentang apa yang terbesit dan apa yang menjadi perasaanku sepanjang durasi film itu. Memilih filmnya, karena saya suka dengan karakter bintang filmnya. Dan benar tidak mengecewakan, filmnya sesuai dengan apa yang saya harapkan. Secara karakter, dan secara alur cerita, berhasil membuat saya masuk ikut serta dalam film itu, sependek filmnya. Yang plaing ingin saya singgung dalam tulisan ini ada dua hal:
Pertama, karakter Johnny Deep yang memiliki kebebasan untuk dirinya sendiri dan untuk membebaskan orang lain. Tentu saja ada beberapa pakem norma yang dilanggar untuk ukuran norma saat ini, dan norma yang saya anut, karena posisi sebagai penonton, tentu saja ukuran nilai adalah ukuran nilai penonton, ditambah nilai norma yang menjadi background filmnya diluar pemahaman saya. Tetapi, jalan yang diambil oleh Deep adalah jalan yang terlihat diluar kebiasaan, cenderung bebas. Siapa yang tidak menyukai kebebsan ? siapa yang senang dengan kukungan dan aturan ?
Kedua, dan ini hal yang paling mendalam yang membuat tulisan ini hadir. Tentang rasa kemanusian, tentang empathy. Sayangnya, apa yang menjadi latar konflik pemeran utamanya, adalah kesaksian saya sehari-hari sebagai dokter di RS Kanker Dharmais. Seringkali saya membayangkan, bagaimana perasaan orang yang didiagnosis dengan kanker ? di film ini digambarkan, dan jika kita meresapi, maka akan kita rasakan bagaimana perasaan pasien, akan merasakan perasaan sahabatnya, dan perasaan orang luar yang sehat yang tahu patien itu menderita kanker. Keluarganya dikeluarkan dari konflik ini, malah konflik lain yang muncul dikeluarga semakin "memberatkan" bagi pasien (dalam pikiran saya dengan nilai yang saya anut). Anaknya mengumumkan bahwa dia penyuka sesama jenis, istrinya mengaku bahwa dia selingkuh dengan bos si Deep. Tentu saja yang fantastis adalah Deep membebaskan fikirannya dari beban norma dan memberi kebebasan pada anak dan istrinya untuk melakukan apa yang mereka senangi, dia menghilangkan sifat egoisnya. Bisa saja dalam pikiran kita, seharusnya kita meminta dukungan dan perhatian yang lebih, karena kondisi sakit dan sekarat itu.
Kedua hal di atas tidak akan menggambarkan secara jernih apa yang saya rasakan, tetapi ungkapan wow, dan wah menjadi ungkapan di hati saya sepanjang menonton film ini. Richard utterly brave, but he thought that it is apathy. Whatever, yang jelas film ini memunculkan suatu ironi dalam diri saya, dan suatu saat ketika waktunya, akan saya tuliskan, betapa ironisnya menghadapi keluarga pasien kanker yang sekarat dan sebentar lagi mati, dan betapa hopeless nya seseorang dan keluarga patien yang didiagnosis dengan kanker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar